TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Sri Lanka meminta pengunduran diri dua pejabat tinggi keamanan setelah teror mematikan yang menewaskan lebih dari 300 orang.
Presiden Maithripala Sirisena meminta menteri pertahanan dan kepala kepolisian Sri Lanka untuk mundur setelah peringatan intelijen diabaikan oleh para pejabat tinggi.
Menurut laporan Daily Mail, 25 April 2019, Sirisena bersumpah mengganti kepala keamanannya dalam waktu 24 jam pada Selasa kemarin, dan mengubah formasi pasukan keamanan dalam beberapa pekan ke depan.
Baca: Sri Lanka Diduga Diberitahu Intelijen India Sehari Sebelum Teror
Sirisena mengatakan pejabat keamanan gagal untuk meneruskan informasi intelijen yang diperoleh kepadanya.
"Jika mereka telah melakukan itu (kesalahan), saya harus mengambil langkah segera. Saya akan menindak tegas mereka yang gagal dalam tugas," katanya.
Petugas kepolisian memeriksa lokasi ledakan di Shangri-La hotel, Colombo, Sri Lanka , 21 April 2019. REUTERS/Dinuka Liyanawatte
Sumber India mengatakan kepada CNN bahwa intelijen India menangkap anggota ISIS yang membawa informasi atas serangan di Sri Lanka. Hasil interogasi anggota ISIS itu mengungkap otak pelaku pengeboman bernama Moulvi Zahran Hashim.
Namun informasi yang dibagikan kepada Sri Lanka gagal ditindak oleh pejabat keamanan Sri Lanka bahkan setelah berulang kali peringatan ancaman.
Presiden mengatakan informasi tentang kemungkinan serangan bunuh diri terhadap gereja dan hotel dan politisi diterima dari intelijen India pada 4 April menjelang pertemuan Dewan Keamanan yang dipimpin Sirisena pada 7 April, tetapi informasi itu tidak dibagikan secara lebih luas.
Baca: Teroris di Sri Lanka Orang Terdidik Kuliah di Inggris, Australia
"Beberapa pejabat tinggi intelijen menyembunyikan informasi intelijen dengan sengaja," kata Sirisena.
"Informasi ada di sana, tetapi para pejabat tinggi keamanan tidak mengambil tindakan yang tepat. Seseorang mengendalikan para pejabat tinggi intelijen ini. Dewan Keamanan melakukan politik. Kita perlu menyelidiki ini."
Presiden Sirisena memilih untuk mengganti kepala keamanannya meskipun situasi di Sri Lanka tetap tidak menentu.